Kamis, 20 Juni 2024

UAS AGAMA ISLAM ROMBEL 44

BAB IX MANUSIA MAHLUK MORAL

9.1 Nabi Muhammad SAW Diutus untuk Menyempurnakan Akhlak Manusia

Akhlaq  adalah keseimbangan antara perilaku lahir dengan perilaku batin. Karena akhlaq ini, kemudian, bisa dikaitkan dengan dua nilai yang saling berbeda: baik dan buruk, maka bisa dikatakan, akhlaq itu ada yang baik dan ada juga yang buruk. Akhlaq yang baik adalah perilaku lahir sekligus perilaku batin yang dibimbing oleh kebenaran yang mutlak, kebenaran yang datang dari Khalik. Akhlak yang buruk adalah perilaku lahir sekaligus perilaku batin yang dibimbing oleh kebenaran yang datang dari makhluk.

Di dalam akhlak terkandung  tampilan berupa sopan santun yang didasari budi pekerti. Tetapi sopan dan santun yang  hanya tampilan lahir saja, belum bisa dianggap sebagai akhlak. Orang-orang  munafik boleh jadi bisa bersopan santun di depan orang lain. Namun, tampilannya yang sopan dan ramah lingkungan  , bagi para munfik, tidak pernah sejalan dengan apa yang ada di dalam  hati. Dalam Al-Quran dijelaskan bagaimana orang munafik itu berperilaku:  ketika mereka bertemu dengan orang muslim, mereka menyatakan “aku beriman  kepada Tuhanmu”; tetapi ketika mereka bertemu dengan kaum kuffar, mereka pun  berujar “aku sejalan dengan keadaanmu”. Allah telah menjanjikan tempat yana amat  buruk bagi para munafiq yaitu “di bagian neraka yang paling bawah”. Dan, selama nilai  yang digunakan sebagai tolok ukur sopan, santun, berbudi, berpekerti, itu adalah  ukuran makhluq, sifat semua nilai tadi temporer, ruang terbatas. Apa yang dinyatakan  sopan santun dalam lingkungan masyarakat Barat belum tentu sama dengan yang ada di  lingkungan masyarakat Timur. Begitu pun sebaliknya.

Akhlak yang baik harus bersumber dari satu sumber nilai yang Mahabenar. Jika  tata-nilai yang dijadikan pengukur akhlak masih berupa tata-nilai ganda, kebenaran  nilai tadi masih akan selalu dibahas. Oleh karena itu, seandainya semua manusia  menggunakan konsep tata-nilai Ilahiah yang satu, tidak akan ada pertentangan. Allah  telah menyediakan tata-nilai kebenaran tentang rasa, pikiran, sikap, tindakan, perbuatan,  dan segala sesuatu yang melatari tingkah laku kita sebagai manusia dalam tata-nilai Islam.  Tata-nilai Islam yang nyata adalah apa yang diperagakan oleh Nabiyullah Muhammad  saw.

Misi Nabi Muhammad Saw adalah penyempurna akhlak. Dalam  Sebuah Hadits menjelaskan, bahwa beliau diutus oleh Allah ke dunia ini untuk menyempurnakan akhlak yang baik.




Artinya: Dari Abu Hurairah ra berkata: Rasulullah Saw bersabda:  Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang saleh (baik). SDM. Bukhari (Ammahzuni, 2002: 86).

Selain mengemban misi reformasi akhlak. Seperti yang telah terjadi  Diketahui, bahwa keadaan akhlak bangsa Arab sebelum Nabi diutus adalah  akhlak Jahiliyah, perbuatan seperti mabuk-mabukan, berjudi, berzina,  menguburkan bayi perempuan hidup-hidup bahkan dianggap sebagai perbuatan biasa  yang dianggap pula sebagai ukuran kehebatan. Mereka tidak menyadari bahwa  perbuatan-perbuatan tersebut merupakan simbol bukannya keberadaan masyarakat.  Ketika fajar Islam mulai terbit kebiasaan – kebiasaan buruk tersebut.

Salah satu akhlak yang tidak terpuji adalah sombong atau takabbur.  Menurut Abdullah Yatimin (2000: 66) dalam bukunya Studi Akhlak dalam  Prespektif Al-Qur'an, sombong (Al-Istikbar) yaitu menganggap dirinya lebih  dari yang lain sehingga ia berusaha menutupi dan tidak mau mengakui  kekurangan dirinya, selalu merasa lebih besar, lebih kaya, lebih pintar, lebih  dihormati, lebih mulia, dan lebih beruntung dari yang lain.

9.2 Nabi Muhammad saw sebagai Uswah Hasanah

Julukan Al-Amiin yang diterima Nabi Muhammad saw dari para kuffar Quraisy adalah
julukan tertinggi, terhormat di antara mereka. Al-Amiin adalah prestasi atas kebaikan  akhlak yang dimiliki oleh Muhammad sejak sebelum menjadi nabi.


Memang ada sejumlah perbuatan Nabi saw yang dikhususkan untuk Nabi semata.  Tetapi, begitu banyak amalan Nabi yang harus menjadi teladan bagi umat  sebagaimana yang dijelaskan dalam isi ayat surat Al-Ahzaab, 33: 21. Bahkan, seperti  yang pernah dibicarakan, amalan Nabi adalah salah satu yang menjadi bagian dari sunnahnya,  sunnaturrasul. Jika ummat tidak mengikuti sunnah Rasul berarti bukan bagian dari  ummat Rasul. Sementara itu, pernikahan Nabi yang terkait dengan jumlah istri,  yang sering dipakai alasan untuk meniru jumlah istri dalam poligami, hanya berlaku  untuk Nabi Muhammad saw. Tentang jumlah istri Nabi, hal ini sering dijadikan hujjah  dan kritikan sekaligus dari ummat lain. Sesungguhnya Nabi menikahi istri-istrinya  dengan kondisi dan (terutama) waktu yang sangat khusus.




Artinya : Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari berhenti dan Dia banyak menyebut Allâh (al-Ahzab[33] :21 )

Sunnaturrasuul, sunnah rasul, sunnah nabi, adalah salah satu yang disebut sebagai  warisan dari Nabi, selain Al-Quran (sebagai sunnatullah). Sunnah Nabi (dikategorikan menjadi hadits, berita, dari Nabi, tentang Nabi, dan sikap Nabi) bisa ucapannya (qauliyah), perbuatannya (amaliyah), dan sikapnya (takriiriyah).

Sebagai bekal keteladanan, Rasulullah telah dianugerahi kesempurnaan sifat, yaitu 4 sifat  yang dimiliki oleh Rasulullah yang selanjutnya menjadi tanda kelebihan yang dimiliki oleh Rasulullah. Keempat sifat Nabi itu benar-benar melekat dalam ucapan, sikap, dipercaya), tabligh (menyampaikan, tidak bersembunyi), dan fathonah (cerdas). Oleh karena itu, apa yang diucapkan (qauliyah) dengan apa yang dilakukan (fi'liyah) oleh Nabi selalu selaras, yang kemudian secara syari'at menjadi pedoman uswah hasanah yang harus diikuti oleh ummatnya.

9.3 Konsep Manusia Terbaik di Sisi Allah

Siapapun kita pasti ingin menjadi orang yang mulia, baik di hadapan Allah maupun sesama manusia. Siapa pula yang tidak ingin mendapatkan posisi terbaik di sisi Sang Maha Cinta dan orang-orang di sekitarnya pun segan terhadapnya karena kebaikan kebaikan pribadinya. Lalu siapakah yang dimaksud dengan orang mulia itu, sehingga dicintai Allah dan Rasulnya, juga orang-orang mukmin lainnya. Sejatinya orang mulia bukanlah orang yang sakti. Bukan pula orang kaya raya yang bergelimang harta benda. Bukan juga pejabat yang menyandang gelar mentereng dan memiliki kehormatan di tempat kerja maupun di masyarakat.

Banyak sekali pelajaran tentang siapa yang paling mulia di sisi Allah dan manusia. Apalagi di era seperti sekarang ini kita sering dibutakan oleh hal-hal yang bersifat duniawi. Sehingga sering dikesankan bahwa kemuliaan seseorang itu tampak dari apa yang dimilikinya yang lebih moncer dari orang pada umumnya. Kondisi ini menjadikan sebagian manusia rela bahkan tak malu lagi melakukan segala macam cara agar dilihat lebih mulia di mata manusia. Tentu saja ini bertentangan dengan apa yang Allah tegaskan melalui firman-Nya dalam Al-Qur'an Surat Al-Hujurat (49) ayat 13 yang menyatakan bahwa orang yang paling mulia adalah yang paling bertakwa.


Artinya :“Wahai manusia, sesungguhnya Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan perempuan. Kemudian, Kami menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah adalah orang yang paling bertakwa. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Teliti”(Al-Hujurat (49) ayat 13).

Mukmin yang baik akan senantiasa mengawali hari dengan doa dan niat tulus menggapai rahmat dan rida dari Allah, Sang Pemilik Semesta. Tak lupa pula memohon perlindungan dari segala mara bahaya yang mengancam keselamatan jiwa dan raga. Kebiasaan seperti inilah salah satu yang memosisikan seseorang menjadi mulia di sisi Allah. 

Allah swt telah menetapkan aturan-aturan yang membentengi kebebasan manusia.  Aturan tersebut adalah sebagai jalan kebaikan yang disediakan oleh Allah swt agar  manusia menyadari keterbatasannya. Banyak aktivitas manusia yang terkait dengan aturan- aturan tersebut. Bahkan dalam perjalanan kehidupan seseorang muslim atau muslim, itulah yang mengatur mengikat kegiatan mereka. Sejak manusia bangun  dari tidur, mengawali hari, bekarja, bermu'amalah, istirahat, ibadah mahdhah, hingga  manusia mau tidur lagi, semua rangkaian kegiatan itu terikat aturan-aturan. Tidak akan  ditemukan dalam aturan agama lain, semua kegiatan manusia muslim ada aturan resminya, ada SoPnya lengkap dengan niatnya. Oleh karen itu, seperti telah dibahas di  muka, manusia muslim itu bisa mengumpulkan berbagai catatan pahala dalam setiap  tindak-tanduknya. Tak ada yang luput dari perhitungan amal kebaikan jika semua  aktivitas manusia dilengkapi dengan penyediaan atas tata aturan yang telah ditetapkan  secara terinci oleh Allah swt.

Ada satu hadits yang populer, yang terkait dengan gambaran seorang yang terbaik  tempatnya di sisi Allah swt. Isi hadits ini berhubungan dengan masalah perilaku  amaliyah seseorang. “Sebaik-baiknya manusia adalah yang banyak manfaatnya bagi  manusia lain”. Sebagai mahluk individu manusia bertanggung jawab penuh atas segala sesuatu  hasil perbuatan dirinya. Tetapi, sebagai makhluk sosial, manusia dituntut menjadi  individu yang bisa banyak memberi manfaat bagi individu lainnya.

9.4 Indikator Kenabian sebagai Uswah Hasanah

Kita bergembira dengan kelahiran nabi kita Muhammad Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam. Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam, yang memerintahkan kita untuk terus bertakwa kepada-Nya. Pada hari yang bersejarah dan berkah ini, mari kita bershalawat kepada Nabi kita, Nabi akhir zaman, yang diutus dengan menunjukkan dan membimbing umat yang sebelumnya dalam keadaan gelap gulata penuh kesesatan akhirnya mendapatkan petunjuk hidayah yaitu jalan yang terang benderang. Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ صَلَّى عَلَىَّ وَاحِدَةً صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ عَشْرًا
“Barangsiapa yang bershalawat bermimpi sekali, maka Allah akan bershalawat ke sepuluh kali.” (HR.Muslim, no.408)



Artinya : Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari berhenti dan Dia banyak menyebut Allâh (al-Ahzab[33] :21 )

Uswatun Hasanah yang perlu kita perhatikan dan amalkan sebagai seorang muslim adalah modal utama yang dimiliki Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam pada masa perjuangan dakwahnya, yaitu akhlak mulia. serupa dengan Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam dalam dakwahnya:  Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam memperbaiki akhlak dengan akhlak,  Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam mengajak bukan mengejek,  Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam merangkul bukan memukul,  Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam argument menggunakan , bukan sentimen, t ujuan dakwahnya adalah kebenaran bukan menang -menangan.

Prinsip dakwah Nabi Muhammad saw adalah basyiruu walaa tunaffiruu yassiru wala tu'assiru, “gembirakan orang jangan ditakut-takuti mudahkan urusan orang jangan dibikin sulit”. Dengan metode demikian, sungguh mulia akhlak Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dalam menyampaikan risalah dan membina umatnya, disetiap urusan dan keadaan beliau selalu memperhatikan akhlak mulia yang seharusnya menjadi contoh dan diamalkan bagi kita semua umat Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam.

Sebagai utusan yang ditugasi untuk menyempurnakan akhlak manusia, Nabi  Muhammad saw memiliki ciri kenabian sebagai manusia yang patut menjadi teladan. Sejak sebelum masa kenabian, Muhammad telah menunjukkan ciri-ciri kebaikan akhlak tersebut. Beliau telah mendapat kepercayaan penuh dari masyarakat Quraisy sebagai orang yang dapat mempercayai perilakunya. Beliau dijuluki Al-Amiin, orang yang sangat bisa dipercaya. Di samping memiliki perilaku terpercaya, Muhammad juga memiliki latar keturunan dari keluarga yang terhormat, yang terpelihara kehormatan nama keluarga dan keturunannya. Latar belakang keluarga bangsawan Quraisy yang kaya telah menjadi bekal awal kondisi Muhammad sebagai orang yang dihargai oleh. Pada akhirnya, Muhammad telah menjadi tokoh masyarakat yang dihargai. Untuk melengkapi kesiapan mental dan terutama moral Muhammad, Allah swt memerintahkan Jibril untuk melakukan disinfeksi, membersihkan hati Muhammad, seperti yang diceritakan dalam sejumlah kisah nubuwwah. 

9.5 Pendidikan Karakter dalm Konsep Islam

Pendidikan karakter dimulai dari rumah. Orang tua yang pertama menorehkan penanda awal ke dalam hati seorang anak. Melalui pembiasaan yang dibangun orang tualah karakter tertentu akan terbentuk dalam diri seseorang. Anak-anak yang dilahirkan dalam kondisi fitrah akan menyerap pengaruh lingkungannya sebagai bentuk simpanan data dalam ingatannya. Data itu akan menjadi sumber referensi perilakunya kelak. Pantaslah, isi hadits Nabi yang menyatakan bahwa “setiap yang dilahirkan berada pada kondisi fitrah” adalah konsep dasar pendidikan dini, yang akan berlanjut dalam bentuk pembiasaan-pembiasaan yang memberi warna perilaku, tindakan, tanggapan, cita-cita, citra, maupun anggapan-angapan yang akan dimiliki oleh seorang anak. “Orang tualah yang pertama mengarahkan anak menjadi Yahudi, Nashara, ataupun Majusi”. Dalam konsep Islam, pendidikan dini adalah kunci pembuka hidayah bagi seseorang. Ketika pembiasaan terjadi melalui pengaruh orang-orang yang paling dekat
dengan seorang anak, maka pengaruh tersebut bisa menjadi jembatan hidayah, jika pengaruh yang diberikan adalah pengaruh yang baik. Sebaliknya, jika pengaruh yang diterima oleh anak adalah pengaruh buruk, sehingga membentuk karakter buruk, maka pendidikan masa kecil telah menjadi pagar atau sekat yang memisahkan anak dengan hidayah.

Karakter ikhlas dan pasrah adalah kondisi yang dituntut dalam menghadapi ketentuan Allah SWT. Tak ada yang lebih nikmat selain ketika seseorang dapat memasrahkan diri  secara sadar kepada ketentuan Allah swt, setelah melalui berbagai upaya: amal maupun  do'a. Hanya dengan berbekal keyakinan bahwa ketentuan Allahlah yang terbaik  sebagai pilihan akhir. Seseorang akan merasa lengkap menempatkan dirinya sebagai  makhluk yang tidak memiliki kuasa apapun selain yang telah dianugerahkan oleh  Allah SWT. Inilah keimanan akan qadha dan qadar Allah swt, yang baik maupun yang  buruk. Tetapi, semua muslim harus yakin bahwa yang diberikan oleh Allah swt pasti  yang terbaik, meskipun pada kenyataannya, masih banyak orang yang belum bisa  menyadari ada hikmah dibalik semua yang ditetapkan oleh Allah swt.  Sebagai mahluk moral, manusia telah dibekali kemampuan untuk menempatkan dirinya  sebagai hamba. Ia juga bisa menempatkan dirinya sebagai makhluk yang memiliki  kesadaran bahwa Allah swt adalah Tuhan Yang Mahaberkehendak, Yang  Maha Esa. Di balik semua kepastian Allah swt, selalu ada hikmah yang  mendatangkan kebaikan segera ataupun tangguh waktu.

DAFTAR PUSTAKA 

Abdullah Yatimin (2000: 66) dalam bukunya Studi Akhlak dalam Prespektif Al-Qur'an

https://magelang.kemenag.go.id/mulia-di-sisi-allah/#:~:text=Sejati%20yang%20paling%20mulia%20di,dari%20Allah%2C%20Sang%20Pemilik%20Semesta.

https://smamuh5yk.sch.id/nabi-muhammad-shallallahu-alaihi-wa-sallam-sebagai-uswah-hasanah/

UAS AGAMA ISLAM ROMBEL 44