Sabtu, 08 Juni 2024

BAB VII MANUSIA MAHLUK PENELITI

7.1 Dasar Kewajiban Melakukan Penelitian 

Allah menuntut calon Nabi, Muhammad saw, untuk melakukan kegiatan pembacaan  (iqra) sejak awal tugas kenabiannya. Bahan iqra yang menjadi tuntutan pada saat itu  adalah masalah mengenai penciptaan manusia. Pembaca yang dituntut adalah  Penjelajahan yang seharusnya memerlukan penelitian yang mendalam. Penelitian itu  dimulai dengan mempelajari sesuatu yang paling dekat dengan diri manusia, yaitu tentang  dirinya, tentang bagaimana Allah menciptakan diri manusia. Perintah iqra yang di lengkapi dengan pemberitaan yang mendasar tentang penciptaan manusia telah dismpaikan oleh Allah sebagai bahan terbuka pertama untuk calon Nabi. Pemberitaan tentang  konsep penciptaan berupa kalimat jawaban (mendasar) adalah “Khalaqal insaana min 'alaq” (“Manusia diciptakan dari segumpal darah”), yang memerlukan pengkajian mendalam. Hal itu terkait dengan paparan pada ayat Allah lainnya yang menjelaskan tentang proses tahap-tahap penciptaan itu. Itulah dasar penelitian yang utama. Kekuasaan Allah yang tampak di alam pengenalannya berawal dari apa yang bisa diindera oleh manusia karena posisinya jelas dan lebih dekat dengan manusia. Penelitian bisa dilanjutkan dengan hal-hal yang lebih jauh dari dirinya, tentang hal-hal yang sangat besar maupun sangat kecil.

Seperti yang kita ketahui, disebutkan dalam Al-Qur'an manusia itu berasal dari  sari pati tanah, bertumbuh dari tanah dan kembali ke tanah. Namun, ilmu pengetahuan  Menyebutkan bahwa manusia tercipta dari sperma dan sel telur. Terlihat seperti ada  ilmu yang berbeda menurut Al-Qur'an dan ilmu sains. Padahal, jika kita pelajari lebih lanjut  dalam, akan ada satu makna yang sama dari dua sumber tersebut.

Manusia tercipta dari sari pati tanah. Mengapa demikian?, Karena manusia  memerlukan makanan dan minuman untuk bertumbuh dan berkembang biak. Makanan dan minuman yang dikonsumsi manusia dapat berupa tumbuhan dan hewan. Dan hewan dan tumbuhan yang dimakan manusia juga memerlukan makanan untuk tumbuh. Tumbuh memerlukan unsur hara agar bisa berbuah dan sebagainya. Hewan juga memerlukan makanan yang berasal dari tumbuhan. Semua saling berhubungan. Jika  tidak ada unsur hara yang berasal dari sari pati tanah, maka tidak akan ada tumbuhan  yang dimakan oleh hewan dan manusia. Maka harus percaya bahwa manusia memang  tercipta dari sari pati tanah, karena semua makanan dan minuman manusia mengandung  sari pati tanah. Dalam tubuh manusia, sari pati tanah itu ada, bahkan pada sperma dan  sel telur pun akan ada unsur dari sari pati tanah. Sari pati tanah yang ada di sperma dan  sel telur inilah yang akan menjadi cikal bakal manusia baru.


Karena hakikatnya manusia tercipta dari sesuatu yang berada di bawah, yaitu  tanah, maka tidak sepatutnya manusia memuaskan dirinya sendiri atau bahkan keberlangsungan makhluk sesama hidup. Manusia harus bahwa dirinya adalah mahkluk  yang hina dan merupakan tempat salah dan lupa. Penciptaan manusia bukan tanpa  tujuan, ada tujuan tertentu di dalamnya. Seperti yang sudah ditulis dalam firman Allah,  QS Adz-Dzaariyat ayat 56



Artinya: “Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan  menjadikan mereka beribadah-Ku.”

Al-Quran tidak menjelaskan secara rinci asal muasal usul manusia diciptakan. Al-Qur'an  hanya menjelaskan tentang prinsipnya saja. Adapun tahapan-tahapan dalam proses  berikutnya tidak terdapat dalam Al-Quran secara rinci. Ayat-ayat Quran yang  Menyebutkan bahwa sesungguhnya manusia yang diciptakan oleh Allah SWT berasal dari  tanah, karena Allah maha kuasa dan segala sesuatu pasti dapat terjadi.

Al-Qur'an menyatakan proses penciptaan manusia mempunyai dua tahapan  yang berbeda, yaitu: Pertama, disebut dengan tahapan primordial. Manusia pertama, Nabi Adam diciptakan dari tanah yang dibentuk Allah dengan seindah-indahnya, kemudian Allah meniupkan ruh kepadanya. Kedua, disebut dengan tahapan biologi. Dalam proses ini, manusia diciptakan dari inti sari tanah yang dijadikan air mani (nuthfah) yang tersimpan dalam Tempat yang kokoh (rahim). Kemudian nutfah itu dijadikan darah beku ('alaqah) yang digantung di dalam rahim. Beku tersebut kemudian dijadikan segumpal daging (mudghah) dan kemudian dibalut dengan tulang belang lalu ditiupkan ruh.

QS Al-Mu'minun : 12-14



“Dan sungguh, Kami telah menciptakan manusia dari saripati (berasal) dari  tanah (12). Kemudian Kami menjadikannya air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim) (13). 

Manusia diciptakan untuk menyembah Allah, dan akan diuji oleh Allah di dalamnya  Menjalani kehidupan di alam dunia. Allah memberikan penglihatan, pendengaran, dan perasaan untuk digunakan sebagai sarana untuk mewujudkan kekuasaan dan keesaan Allah, sehingga bersedia mematuhi perintah atau menjauhi larangan-Nya. Perbedaan dengan manusia hewan adalah pada penggunaan hati yang menyeimbangkan perilaku atau perbuatan manusia tersebut.

QS Al-Insan : 2




“Sungguh, Kami telah menciptakan manusia dari setetes mani yang bercampur  yang Kami hendak mengujinya (dengan perintah dan larangan), karena itu Kami jadikan dia mendengar dan melihat.”

Mulailah pengamatan tentang sesuatu yang dekat, yaitu diri sendiri, menjadi tuntutan  yang paling awal. Dalam salah satu hadits Nabi SAW bersabda: “Man 'arafa nafsahu 'arafa  Rabbahu”: Barangsiapa mengenal ('arafa) tentang kondisi dirinya maka akan lebih  mudah mengenal Tuhannya. Allah juga menetapkan perintah pemeliharaan diri dari  keburukan api neraka dimulai dari diri sendiri, dari sesuatu yang dekat dengan diri  manusia. Maksudnya, apa yang menjadi tuntutan Allah untuk selalu berawal dari sesuatu yang  sangat dekat dengan manusia. Oleh karena itu, sebelum mencari tahu tentang sesuatu  yang jauh di luar jangkauan, akan lebih baik mengolah pengetahuan yang terkait dengan  hal-hal yang dekat dengan lingkungan. Ini menjadi tutunan bagi manusia bahwa m engurus lingkungan diri sendiri harus diselesaikan terlebih dahulu daripada mengurus  sesuatu yang masih kurang jelas, sesuatu yang berada di luar jangkauannya.

7.2 Kewajiban Meneliti dan Derajat Manusia di Sisi Allah 

Al-Quran Al Muzadallah (58) : 11




“Wahai orang-orang yang beriman, apabila disampaikan kepada Anda, berilah kelapangan di dalam majelis-majelis, maka lapangkanlah. Niscaya Allah Swt. akan memberi kelapangan untukmu. Apabila dikatakan, berdirilah kamu, maka berdirilah. Niscaya Allah Swt. akan mengangkat (derajat) orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat. Allah SWT. Mahateliti apa yang kamu kerjakan.” 

Ayat di atas menjelaskan untuk bersemangat menuntut ilmu, belapang dada, menyiapkan kesempatan untuk menghadiri majelis ilmu, bersemangat belajar, menyiapkan segala sumber daya untuk meningkatkan keilmuan kita, dan selalu meningkatkan keimanan dan ketaqwaan.

Allah SWT telah menciptakan manusia ke dalam bentuk yang paling bagus. Baik bentuk fisik yang terlihat dari luar, maupun organ-organ yang ada di dalam tubuhnya termasuk juga fungsinya. Secara fisik lahir, kita bisa melihat bagaimana Allah menetapkan Panjang dan jarang setiap organ. Tangan, misalnya jarak antara ujung tangan sampai siku dengan siku sampai bahu tidak sama. Ketidaksamaan ini menjadikan tangan terlihat indah serta fungsional. Kemudian ukuran panjang kaki mulai dari ujung kaki sampai pangkal paha dengan ukuran badan mulai dari pangkal paha sampai leher. Posisi mulu, hidung, mata, dan telinga, panjang setiap ruas jari, panjang masing-masing jari dan sebagainya menunjukkan jarak dan komposisi yang indah dan fungsional. Dan semuanya Nampak begitu seimbang. Inilah yang disebut oleh ilmuwan dengan Golden Ratio (rasio emas). Ini adalah sedikit gambaran kesempurnaan fisik manusia sebagaimana tersurat dalam surat at-Tin.

Dari segi fungsinya, tangan manusia dapat digunakan untuk meraih apa saja yang diinginkan. Hal ini berbeda dengan hewan, menggunakan mulut untuk meraih sesuatu yang diinginkan. Demikian pula fungsi organ luar yang lain yang dapat digunakan sesuai keinginan manusia.

Kesempurnaan organ dalam, misalnya otak, dengan otak manusia dapat berpikir, menerima dan menggali pengetahuan, membedakan mana yang baik untuk kehidupannya dan mana yang buruk akibatnya, memikirkan solusi permasalahan hidup yang dihadapi dan sebagainya (Harori, 2001:juz 32, 129). Di otak inilah, segala ilmu pengetahuan yang dipelajarinya bersemayam. Dan dengan ilmu pengetahuan ini pula, manusia memiliki keutamaan dalam membandingkan dengan makhluk lain.

Ketika Allah Swt menciptakan Adam 'alaihissalam, Allah mengajarkan ilmu pengetahuan tentang al-asma' (nama-nama) seluruh ciptaan-Nya, dengan berbagai jenisnya, dan berbagai macam bahasa yang berbeda-beda sebagai bekal bagi Adam untuk mengelola bumi. Hal ini mencerminkan, betapa pentingnya ilmu pengetahuan bagi manusia. Maka, seseorang yang memiliki ilmu pengetahuan yang menghadirkan kemaslahatan bagi umat manusia, Allah Swt akan mengangkat derajatnya. 

Sejalan dengan janji Allah tentang derajat orang yang memiliki ilmu akan lebih tinggi  dibandingkan orang yang tidak memiliki ilmu, telah terbukti juga. Allah telah meninggikan d erajat orang-orang kafir yang sadar-ilmu, meski mereka tidak beriman, dibandingkan  orang-orang muslim yang mengaku beriman tetapi tidak sadar-penelitian. Derajat  duniawi yang telah dicapai oleh kelompok orang kafir telah membuktikan bahwa janji  Allah itu benar adanya. Tetapi mengapa umat Islam masih belum bangkit kembali  memperbaiki prestasi yang pernah diperoleh pada masa Nabi dan para sahabatnya  hingga masa pemerintahan khalifah Harun Al-Rasyid? Sebuah dilema yang rumit, karena  banyak orang yang mengaku Islam berada pada kondisi marjinal, belum  memiliki kekuatan, semangatnya belum muncul sejalan dengan kesadaran keilmuannya  yang masih ketinggalan.

Mengenai keberagaman bangsa antar umat manusia, Allah SWT sengaja menciptakannya demikian karena terdapat hikmah tertentu. Meski ada kemajemukan, semua manusia tetaplah sama di sisi-Nya. Adapun yang membedakan hanyalah ketakwaan mereka kepada-Nya, sebagaimana dalam Surat Al-Hujurat ayat 13.




Artinya: "Wahai manusia, sesungguhnya Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan perempuan. Kemudian, Kami menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah adalah orang yang paling paling paling bertakwa. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Teliti."

Kemudian dari tulang rusuk Adam AS ini, Dia menjadikan Hawwa sebagai pendampingnya. Lalu dari keduanya itu, Dia menjadikan manusia berbeda-beda bangsa, suku, budaya, ras, dan sebagainya. Tujuannya menciptakan keanekaragaman tersebut agar sesama mereka saling mengenal dan menjalin hubungan kekerabatan.

Saat ini, kehidupan manusia telah berkembang pesat dalam segala aspeknya. Dari segi jumlah mencapai miliaran, dari penyebaran, ratusan bangsa bahkan ribuan suku yang masing-masing mengembangkan diri sesuai potensi yang bisa dikembangkan. Darinya pula muncul beragam bahasa, adat istiadat, budaya dan lain-lain, termasuk teknologi yang mereka temukan.


Namun, kalau direnungkan semua itu adalah untuk jasmani kita (saja) agar hidup kita dalam keadaan sehat, tercukupi kebutuhan materi, tidak saling mengganggu, aman tenteram dalam mengatasi masalah kehidupan. Inilah tuntutan “kasat mata” hidup seorang manusia.

Tak dapat dihindari pula dari perkembangan tersebut menimbulkan rasa gembira, puas, bangga, bahkan lebih dari itu, yakni sombong. Misalnya, negara yang maju, kuat merasa lebih baik dan harus diikuti (baca: ditakuti) oleh negara lain. Orang kaya merasa lebih baik dari yang miskin, orang yang mempunyai jabatan dan kedudukan (tertentu yang lebih tinggi) merasa lebih baik dan pantas untuk diikuti oleh yang lain dalam segala tuntutannya. Bahkan kadang-kadang, orang yang ditakdirkan Allah mempunyai “kelebihan” dari orang yang ditakdirkan “kekurangan” itu menyuruh (memaksa)-nya untuk mengerjakan hal-hal yang menyalahi ajaran agama Allah.

Begitulah kecenderungan manusia dalam memenuhi hasrat hidupnya, kadang-kadang (atau bahkan sering) tidak mempedulikan perintah atau larangan Allah. Padahal dari aturan agama inilah manusia diuji oleh Allah-menjadi hamba yang taat atau maksiat. Itulah ukuran yang pada suatu saat nanti akan dimintai tanggung jawabnya.


Tetapi sekali lagi, karena tipisnya ikatan manusia dengan syariat Allah, banyak manusia yang tidak menghiraukan halal atau haram, karena memang manusia “tidak punya hak” untuk menghalalkan atau mengharamkan sesuatu, kecuali kembali kepada syariat agama Allah. 


Karena minimnya ilmu syar'i itulah yang menyebabkan banyak manusia terjerembab ke lembah kedurhakaan dan jatuh ke lumpur dosa. Bahkan tidak menutup kemungkinan, para pelakunya tidak merasa berbuat dosa, atau malah bangga dengan “amal dosa” itu.

Allahlah yang memiliki hak membagi-bagikan dan memosisikan derajat kepada siapa saja  yang Dia kehendaki. Artinya, seperti pada prinsip pembagian ilmu Allah, Allah  menurunkan ilmu ke alam ini untuk siapa saja yang siap dan mau mengelolanya. Allah  swt tidak memperuntukkan kesempatan pengelolaan ilmu kepada yang beriman semata.  Itulah Rahman Allah swt atas semuamakhlukNya. Ketika masyarakat yang menguasi  ilmu itu adalah masyarakat yang tidak beriman, ketinggian derajat yang telah dijanjikan  oleh Allah swt tetap diberikan meski hanya pada kondisi dunia. Mereka yang telah  diijinkan Allah swt untuk menguasai ilmu tertentu, meskipun belum lengkap dengan  keimanannya, telah diberi kekuasaan di atas Dunia. Tetapi, janji Allah swt yang lengkap  untuk kekuasaan dan kebahagiaan Dunia dan Akhirat, harus ditebus dengan dua hal yang  utama: menguasai ilmu dan sekaligus beriman. Keberimanan menjadi hal utama ketika  seseorang ingin meraih gelar terbaik di sisi Allah swt: keberimanan yang terpenuhinya  penguasaan ilmu.

7.3 Kewajiban Menerapkan Pendekatan Islami dalam Kegiatan Ilmiah

Al-Quran adalah sumber ilmu pengetahuan global. Al-Quran harus diolah-tafsir isinya.
Oleh karena itu, Al-Quran harus menjadi sumber acuan keilmuan bagi manusia muslim.
Jika manusia muslim berani menggunakan sumber acuan berupa buku-buku hasil
penelitian manusia yang kesahihan hasilnya masih bisa dipertanyakan, mengapa ummat
Islam tidak begitu berani menggunakan sumber Al-Quran sebagai acuan dalam aneka
keputusan penelitian? Al-Quran adalah sumber acuan yang kebenarannya mutlak, tidak
perlu diuji ulang, tidak perlu ditanyakan. Semua isi Al-Quran telah mendapat jaminan
dari Allah, Pencipta dan Pemelihara Alam serta segala isinya, tentang kebenarannya yang
mutlak. Tetapi, masih banyak ummat Islam yang ragu tentang keimanannya terhadap
kebenaran mutlak Al-Quran. Atau, ada sejumlah umat Islam yang masih memilikinya
menganggap bahwa Al-Quran hanyalah kitab keagamaan yang tidak berhubungan dengan masalah
duniawi, apalagi teknologi (kebanggaan para modernis).
Isi Al-Quran mencakup segala bidang ilmu pengetahuan yang akan dan telah ditemukan oleh
manusia. Penemuan-penemuan masa kini telah tercatat lebih awal dalam kandungan Al-
Alquran. Ilmu fisika yang menganalisis alam dan isinya, telah dicatat dengan jelas
dalam Al-Quran bagaimana Allah mengatur semua benda alam itu dengan posisi dan
kelengkapan aturan-Nya. Ketika penemuan itu berasal dari ilmu Barat, orang Islam seolah-olah
jadi yakin tentang kebenarannya. Padahal hal itu ada di dalam Al-Quran yang telah termaktub,
tinggal ummat Islam mau kembali memperdalam pemahaman isi Al-Quran secara
lengkap.

Lahirnya ilmu-ilmu duniawi yang hebat ada pada tutunan dan sekaligus tuntutan yang
telah diceritakan di dalam isi Al-Quran. Allah swt sengaja meninggalkan sejumlah bukti
yang berkaitan dengan manusia masa lalu, yang pernah disebutkan lebih kuat dan lebih
pintar. Seperti pernah disinggung, sejumlah tinggalan budaya fisik yang membuka mata
manusia masa setelahnya, sengaja Allah swt jaga agar masih bisa diteliti dan ditemukan
data-data tentangnya. Begitupun kondisi alam yang empat belas abad yang lalu
diceritakan dalam isi Al-Quran. Boleh jadi ketika Allah swt menceritakan dua samudera
dengan kondisi udara yang berbeda rasa, bertemu dalam satu kawasan, masing-masing
membawa sifat sendiri-sendiri, tidak mau bercampur, belum bisa menyentuh rasa takjub
manusia. Tetapi kini, setelah empat belas abad orang Islam tahu tentang hal itu, baru di belakang ini bisa lebih yakin dengan fakta nyata tentangnya. Samudera berair tawan
dan asin yang menawan, kini telah menjadi destinasi wisata yang sangat menarik. Begitupun tentang sungai di dalam lautan, gunung aktif di dalam lautan, maupun hal lainyang di luar nalar manusia dengan ilmu pengetahuannya.

7.4 Tuntuan Allah dalam Wahyu Pertama




Artinya : Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan (1), Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah (2), Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Mahamulia (3), Yang mengajar (manusia) dengan pena (4), Dia mengajarkan apa yang tidak diketahuinya (5).

Surat Al-Alaq ayat 1-5 adalah wahyu pertama atau surat yang pertama kali diterima oleh Rasulullah SAW. Surat ke-96 dalam Al-Quran tersebut terdiri dari 19 ayat dan berarti segumpal darah. Surat ini diturunkan kepada Rasulullah SAW pada tanggal 17 Ramadhan atau ditandai dengan peristiwa Nuzulul Quran melalui perantara Malaikat Jibril. Wahyu tersebut diterima ketika beliau sedang berada di Gua Hira yang terletak 5 KM dari Mekkah.

Melalui surat itu Allah SWT memerintahkan manusia untuk mencari tahu siapa penciptanya dan memuliakan-Nya. Tak hanya itu manusia juga diminta untuk terus-menerus belajar dan menuntut ilm
1. Perintah Membaca dan Mencari Ilmu
Dalam Qs Al Alaq khususnya ayat pertama menjelaskan mengenai perintah membaca. Perintah membaca yang dimaksudkan oleh Allah SWT dimaknai sebagai seruan untuk membaca buku, membaca kebesaran-Nya, membaca diri sendiri, maupun alam semesta. Sehingga hal tersebut akan membuat manusia menjadi pandai dan terhindar dari pencurian. Namun, dalam membaca kita harus memilah dan memilih apa yang akan dibaca sehingga akan berdampak positif terhadap diri kita. Tak lupa kita harus selalu menyebut nama Allah SWT.

2. Proses Penciptaan Manusia
Allah SWT menerangkan proses terbentuknya manusia bermula dari segumpal darah. Selain itu Allah juga menegaskan bahwa manusia merupakan ciptaan sebaik-baiknya. Karena tidak ada makhluk hidup lain yang memiliki kemampuan dan wujud seperti manusia yang dianugerahi berbagai kelebihan seperti pikiran dan perasaan.

3. Mempelajari Ilmu Pengetahuan Baru
Melalui Qs. Al-Alaq dalam ayat ke-4 Allah menyebutkan mengajar manusia dengan pena. Dalam konteks ini yang dimaksud oleh-Nya adalah manusia harus mencatat berbagai macam ilmu pengetahuan baru melalui pena. Dengan pena maka manusia dapat menyampaikan gagasan, pendapat, serta berbagai macam ilmu pengetahuan.

4. Ilmu Pengetahuan Berasal dari Allah
Allah SWT akan membimbing dan mengajari manusia dari apa-apa yang belum diketahui sebelumnya. Secara perlahan Allah akan memberikan petunjuk ilmu pengetahuan kepada orang-orang yang beriman. Mengingat ketika dilahirkan di dunia manusia tidak mengerti apa-apa.

7.5 Perlukah Islamisasi Sains?

Hingga saat ini ilmu pengetahuan diyakini tidak netral dan bergantung pada bagaimana dia diciptakan. Prof.Dr Hamidullah Marazi Head of Department of Religious Studies, Central University of Kashmir, India memaparkan bahwa agama merupakan akar dari ilmu pengetahuan. “Ini menjadi jawaban mengapa umat Islam saat ini tidak maju, karena terjadi korupsi keilmuan. Dimana tidak adanya ilmu islamisasi dalam internal umat Islam sendiri,” tuturnya dalam kegiatan Kuliah Umum “Integrasi Ilmu Pengetahuan, Reformasi Pendidikan Islam/Tajdid dan Perlunya Penulisan Buku Teks Baru di Perguruan Tinggi”

Berdasarkan hal tersebut maka Dr. Hamidullah memaparkan perlunya langkah-langkah untuk melaksanakan Islamisasi ilmu pengetahuan. Terdapat tiga langkah yang perlu dilakukan. Yang pertama adalah penguasaan bahasa, khususnya bahasa Arab yang telah dipilih sebagai bahasa untuk Al-Quran. Yang kedua dengan cara pengembangan filsafat ilmu Islam. Selain itu, perlu juga ditumbuhkan rasa ingin memahami dan mendalami ilmu pengetahuan melalui Al-Quran. “Dengan mengkaji pemahaman lebih dalam mengenai Al-Quran. Salah satunya dengan mengkaji lebih dalam tentang istilah tafakkur dan tadabbur di dalam Al-Quran,” jelasnya. Yang terakhir yang dianggap cukup penting adalah dengan menyampaikan kembali tasawuf. Menurut Dr. Hamidullah dalam aspek tasawuf masih terdapat poin-poin yang berasal dari luar Islam.

Senada dengan hal tersebut, Dimas Bagus Wiranata K.,SE.,M.Sc Direktur Program International Program for Islamic Economic and Finance (IPIEF) Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) mengatakan bahwa saat ini ilmu pengetahuan komprehensif menjadi dua. Yakni yang dikenal dengan ilmu pengetahuan konvensional yang berasal dari Barat dan ilmu pengetahuan yang berasal dari Timur. “Saat ini ilmu pengetahuan yang sering diajarkan hanya mengedepankan Barat, sehingga terjadi ketimpangan diantara dua ilmu pengetahuan tersebut,” tuturnya.

Dimas juga menambahkan gagasan Integrasi pengetahuan merupakan solusi untuk mengatasi ketimpangan ilmu pengetahuan. Bentuk pengaplikasiannya keilmuan yang diajarkan tidak hanya permasalahan dunia namun juga agama. “Sehingga terbentuk keilmuan yang bisa menjadikan sosok manusia yang lebih bijaksana dalam kehidupan,” jelasnya.

Ide Islamisasi Ilmu Pengetahuan mulai menggema di awal tahun 1980an. Sebagai  sebuah konsep, ide ini pertama kali diformulasikan dan disampaikan oleh seorang  ilmuwan Malaysia kelahiran Bogor, Syed Muhammad Naquib Al-Attas. Dia  menyampaikan gagasannya ini dalam sebuah makalah yang berjudul Preliminary  Pemikiran Pendahuluan Hakikat Ilmu Pengetahuan Serta Pengertian dan Tujuan Pendidikan, yang  dipresentasikan pada Konferensi Dunia Pertama tentang Pendidikan Islam yang diadakan  di Mekkah pada tanggal 31 Maret sampai 8 April 1977 (Al-Attas, 2014). Dalam makalah  tersebut Al-Attas menjelaskan tentang makna Pendidikan dalam Islam yang terlihat sama  sekali baru, di mana dia melihat bahwa pendidikan dalam lebih tepat dimaknai sebagai  ta'dib, bukan tarbiyah atau ta'lim (Al-Attas, 1999, hlm. 21) .

Menurut Al-Attas, Islamisasi Pengetahuan meniscayakan islahul adab. Adab menurut Al-Attas adalah pengakuan terhadap realitas yang membawanya kepada pengakuan akan keberadaan Tuhan sebagai Penciptanya (Al-Attas, 1980, hlm. 11). Pengakuan terhadap Keesaan Tuhan tidak digapai kecuali dengan ilmu. Oleh karena itu, seseorang yang beradab pastilah berilmu. Tetapi yang berilmu belum tentu beradab. Al-Attas dalam merumuskan konsep adab dan pendidikan Islam mengutip salah satu hadis yang berbunyi, “Addabani Rabbi fa ahsana ta'dibi”, Allahlah yang mendidik langsung Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam sehingga ia memperoleh pendidikan terbaik (Al-Attas, 1999). Menurut para ulama, hadis ini sahih maknanya, lemah sanadnya, namun tidak bertentangan dengan Al-Qur'an sehingga dapat diambil ibrahnya (Ardiansyah, 2020, hlm. 108).

Islamisasi sains adalah proses mengintegrasikan prinsip-prinsip Islam ke dalam ilmu pengetahuan. Ada yang membahas tentang pentingnya hal ini. Pendukungnya berpendapat bahwa mengislamisasikan sains dapat memberikan perspektif moral dan etika yang lebih kaya, menghindari konflik dengan keyakinan agama, dan memperkuat identitas budaya. Mereka percaya bahwa sains tidak sepenuhnya netral dan sering dipengaruhi oleh nilai-nilai budaya Barat, sehingga diperlukan penyeimbangan melalui perspektif Islam.

Namun, kritik berpendapat bahwa sains harus tetap obyektif dan universal. Mereka khawatir bahwa memasukkan unsur agama ke dalam ilmu pengetahuan bisa mencapai batas antara fakta empiris dan keyakinan, serta menghambat perkembangan dan inovasi ilmiah. Selain itu, mereka merasa bahwa sains seharusnya mempromosikan pendekatan yang didasarkan pada bukti dan penelitian yang bebas dari pengaruh ideologi apapun.

Pada akhirnya, keputusan tentang apakah Islamisasi sains perlu atau tidak tergantung pada perspektif filosofis dan nilai-nilai yang dianut oleh individu atau masyarakat yang berkepentingan.

DAFTAR PUSTAKA 

https://islam.nu.or.id/tasawuf-akhlak/kedudukan-manusia-di-hadapan-allah-w6O5v
https://bdksemarang.kemenag.go.id/berita/keutamaan-orang-yang-berilmu
https://www.detik.com/jateng/berita/d 6659263/bacaan-surat-al-alaq-ayat-1-5-dan-isi-kandungannya
Al-Faruqi, Ismail Raji. 1999. Seni Tauhid Esensi Dan Ekspresi Estetika Islam.
 Yogyakarta: Bentang
Al-Hassan, Ahmad Y. dan Donald R. Hill. 1993. Teknologi dalam Sejarah Islam.
 Bandung: Mizan
Bono, Edward De. 1991. Penerapan Pola Berpikir Lateral. Jakarta: Binarupa Aksara
https://hmasoed.wordpress.com/2011/01/10/iqra%E2%80%99-perintah-pertama-
 kepada-nabi-saw/
iQuran V 2.5.4 untuk Android
Mansoer, Hamdan. dkk. 2004. Materi Instruksional Pendidikan Agama Islam di
 Perguruan Tinggi Umum. Jakarta: Direktorat Perguruan Tinggi Agama Islam,
 Departemen Agama RI
Nataatmaja, Hidayat. 1982. Karsa menegakkan Jiwa Agama dalam Dunia Ilmiah Versi
 Baru Ihya Ulumiddin. Bandung: Iqra
Nataatmaja, Hidayat. 1984. Ilmu Humanika. Bandung: Risalah
Poeradisastra, SI 1981. Sumbangan Islam kepada Ilmu dan Kebudayaan Modern.
 Jakarta: Girimukti Pasaka

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

UAS AGAMA ISLAM ROMBEL 44