Dengan cara perenungan yang diajarkan dalam al-Qur'an, seseorang yang beriman kepada Allah akan dapat lebih baik merasakan kesempurnaan, hikmah abadi, ilmu, dan kekuasaan Allah dalam ciptaan-Nya. Allah menyediakan segala keperluan penciptaan manusia dengan segala perangkat hidupnya. Bahkan, Allah juga telah menetapkan bahwa manusia adalah mahluk yang dilebihkan keberadaannya dibanding mahluk Allah lainnya. Allah menyediakan alam sebagai lahan hidup manusia dengan beragam persiapan rezeki yang mencukupi segala kebutuhan manusia. Juga, Allah telah menjadikan alam sebagai sarana yang bisa dimanfaatkan untuk berbagai keperluan mobilisasi manusia di daratan maupun di lautan. Dan, Allah pun telah menjamin ketenteraman hidup manusia melalui sistem keluarga yang dilengkapi dengan rasa kasih-sayang.
Sifat-sifat Allah sebagai Khalik (Yang Maha Pencipta) dapat dilihat melalui berbagai contoh yang ada di alam semesta. Berikut beberapa contoh sifat-sifat Allah sebagai Khalik:
1. Penciptaan yang mengadakan sesuatu: Allah memiliki kekuasaan untuk menciptakan sesuatu dari tiada kepada ada. Contohnya, penciptaan ikan buntal, yang memiliki struktur yang unik dan tidak dapat dicapai oleh manusia.
2. Membentuk rupa makhluk-makhluk-Nya menurut yang dikehendaki-Nya: Allah memiliki kekuasaan untuk membentuk rupa makhluk-makhluk-Nya sesuai dengan yang dikehendaki-Nya. Contohnya, bentuk muka bumi yang berbeza-beza antara satu tempat dengan tempat lain, yang mempengaruhi beberapa aktiviti kehidupan manusia.
3. Memiliki nama-nama yang sebaik-baiknya dan semulia-mulianya: Allah memiliki kekuasaan untuk memberikan nama-nama yang sebaik-baiknya dan semulia-mulianya kepada makhluk-makhluk-Nya. Contohnya, nama-nama yang dijelaskan dalam Al-Qur'an, seperti "Dialah Allah tidak ada tuhan selain Dia. Maharaja, Yang Mahasuci, Yang Mahasejahtera, Yang Menjaga Keamanan, Pemelihara Keselamatan, Yang Mahaperkasa, Yang Mahakuasa, Yang Memiliki Segala Keagungan, Mahasuci Allah dari apa yang mereka persekutukan".
4. Memiliki mutlak kegagahan: Allah memiliki kegagahan yang mutlak, yang tidak ada satu hal pun terjadi di dalam kekuasaan-Nya kecuali atas seizin-Nya. Contohnya, kekuasaan Allah dalam mengembalikan sesuatu ke kehidupannya, yang benar dan baik kembali normal, berubah lebih baik, memberikan manfaat paling tinggi.
5. Memiliki kekuasaan yang tidak dapat diperintahkan: Allah memiliki kekuasaan yang tidak dapat diperintahkan, yang dapat mengembalikan sesuatu ke kehidupannya, yang benar dan baik kembali normal, berubah lebih baik, memberikan manfaat paling tinggi, tinggi, di atas semua makhluk.
6. Memiliki kekuasaan yang tidak dapat diperintahkan: Allah memiliki kekuasaan yang tidak dapat diperintahkan, yang dapat mengembalikan yang apapun yang Dia perintahkan kepada makhluk-makhluk-Nya.
7. Memiliki kekuasaan yang tidak ada satu pun yang bisa memerintah-Nya: Allah memiliki kekuasaan yang tidak ada satu pun yang bisa memerintah-Nya.
8. Memiliki kekuasaan yang mengembalikan sesuatu ke kehidupannya: Allah memiliki kekuasaan yang mengembalikan sesuatu ke kehidupannya, yang benar dan baik kembali normal.
9. Memiliki kekuasaan yang mengembalikan yang apapun yang Dia perintahkan kepada makhluk-makhluk-Nya: Allah memiliki kekuasaan yang mengembalikan yang apapun yang Dia perintahkan kepada makhluk-makhluk-Nya.
10. Memiliki kekuasaan yang tidak dapat diperintahkan: Allah memiliki kekuasaan yang tidak dapat diperintahkan, yang dapat mengembalikan yang apapun yang Dia perintahkan kepada makhluk-makhluk-Nya.
Semua sifat-sifat ini menunjukkan kekuasaan dan keagungan Allah sebagai Khalik, Yang Maha Pencipta.
2.2 Konsep Sunnatullah (Hukum Alam)
Fleksibilitas hukum alam dapat dilihat dari dua sisi, pertama dari dinamika perkembangan ilmu dan pengetahuan kealaman dengan penemuan yang senantiasa baru dan mutakhir; kedua, dari sisi perubahan yang terjadi pada sistem alam semesta itu sendiri seperti perubahan iklim radikal dan kemunculan spesies baru baik akibat proses mutasi atau proses alami lainnya. Para teolog Islam membahas alam semesta sebagai bagian dari ciptaan dan perbuatan Allah. Teologi Islam menguraikan tentang asal usul penciptaan dan keberadaan alam serta natur yang menyertainya. Dalam perkembangan pembahasan tentang hukum alam dan naturnya sebagian penulis teologi Islam di Indonesia menggunakan istilah baru yaitu kaata sunnatullah. Kata sunnatullah oleh Sebagian pemikir ini dianggap sebagai entitas yang similar dengan sistem yang berlaku di alam semesta.
Saya merasa bahwa istilah “hukum alam” tidak cukup jelas atau ambigu dalam konteks sunnatullah, karna dapat menimbulkan interpretasi yang salah atau tidak akurat.
Banyak karya akademis para penulis teologi Indonesia tentang hukum alam dan sunnatullah yang tersebar dan dijadikan buku rujukan standar di lembaga Pendidikan Islam di Indonesia. Di antara buku-buku tersebut adalah Teologi Islam karya Harun Nasution. Tulisan-tulisan tersebut sering merujuk kepada beberapa ayat Al-Qur’an yang menyebutkan sunnatullah secara implisit. Harun Nasution mengungkapkan, “kaum mu’tazillah percaya pada hukum alam atau sunnatullah yang mengatur perjalanan kosmos dan dengan demikian menganut faham determinisme.” Pendapat Harun Nasution ini mendapat penjelasan yang lebih rinci dalam tulisan lainnya.
Demikianlah Allah telah menetapkan sesuatu secara tertib. Masing-masing perangkat alam telah ditentukan manzilah, garis edarnya yang pasti, sehingga segala perhitungan dan ketetapan sangat jelas bisa dipastikan. Hitungan waktu (detik, menit, jam, hari, minggu, bulan, dan tahun, beserta hitungan yang ada di atasnya) terkait dengan semua keteraturan tadi. Itulah sunnatullah, bukan hukum milik alam, tetapi hukum Allah yang diterapkan di alam. Dan, Allahlah yang telah mengatur semuanya.
2.3 Posisi Manusia Di Antara Mahluk Ciptaan Allah Swt
Manusia hanyalah satu mahluk di antara mahluk-mahluk lain yang diciptakan oleh Allah swt. Manusia tidak bisa hidup sendiri. Manusia, di samping bergantung kepada manusia lain, juga sangat memerlukan keberadaan mahluk lain selain manusia. Semua ciptaan Allah disebut mahluk, sedangkan Allah sebagai pencipta disebut Khalik. Semua mahluk Allah harus mengikuti ketentuan (qadr) Allah tanpa bisa menawar, kecuali manusia. Manusia, berbeda dengan mahluk lain, diberi pilihan oleh Allah: jalan lurus (shiraathal mus-taqiim) dan memilih jalan lain (jalan bawaan Iblis, jalan sesat).
Manusia dan alam memiliki hubungan yang tidak dapat dipisahkan, dimana manusia membutuhkan alam sebagai tempat mereka hidup. Namun saat ini kondisi alam semakin memprihatinkan, banyak kerusakan yang terjadi karena ulah manusia yang memiliki kecenderungan untuk menguasai alam yang sifatnya eksploitatif. Terjadinya kekeringan, tanah-tanah tandus, erosi tanah, hilangnya pohon pelindung, banjir, tanah longsor, pencemaran atmosfir, air, tanah, dan merosotnya kesuburan serta struktur tanah, degradasi tanah (penurunan kualitas tanah), perubahan iklim, semua itu semestinya menyadarkan kita bahwa alam atau lingkungan hidup di mana kita tinggal ini terancam kelestariannya. Semua ulah manusia yang hanya mengeksploitasi alam demi keuntungan (ekonomis) semata, tanpa mempedulikan kesehatan alam ciptaan dan kelestarian serta keberlangsungannya untuk jangka panjang di masa depan, akan berakibat negatif bahkan bisa fatal, yaitu merusak tatanan ekosistem. Alam menjadi tidak ramah dan bersahabat dengan manusia. Alam tidak menjadi tempat yang memberikan kenyamanan dan ketentraman untuk manusia menyelenggarakan hidup. Manusia lupa diri, bahwa mereka adalah mahluk yang diberi kepercayaan oleh Allah, untuk menjaga maupun merawat alam semesta ini. Artinya manusia seharusnya bertanggungjawab atas keberlangsungan yang ada di alam semesta ini. Kondisi alam yang baik tentunya akan mendukung segala aspek kehidupan manusia, sehingga menciptakan kedamaian, dan kenyamanan bagi seluruh mahluk hidup di muka bumi ini.
Melihat dari keprihatinan inilah, tema yang diusung dalam memperingati hari perdamaian internasional adalah Climate Action For Peace. Dimana pada kesempatan ini kita diajak untuk berefleksi dan melakukan sebuah aksi nyata, untuk melawan kerusakan dan menjaga bumi sebagai bentuk tanggungjawab kita. Dalam kitab Mazmur pasal 104 kita diingatkan posisi kita sebagai manusia, dimana dalam pasal ini mengemukakan bahwa manusia sebagai bagian dari alam ciptaan Allah, manusia dan alam ditempatkan setara dan sama-sama berada di bawah kuasa Allah. Dalam nyanyian Mazmur ini kita dapat menyaksikan bagaimana Allah diagungkan sebagai pencipta yang sungguh besar, bahwa kehidupan dalam alam semesta adalah bersumber dari Dia saja, dengan kekuasaanNya segala sesuatunya hidup. Di Mazmur 104, manusia disebut dalam urutan yang sama dengan makhluk yang lain dan habitatnya. Manusia mempunyai kedudukan yang setara dengan makhluk hidup yang lain. Manusia memang merupakan penguasa alam, tetapi manusia itu juga ciptaan Allah, artinya ia rapuh dan bergantung kepada Allah. Mungkin saat ini banyak orang berpendapat bahwa untuk dapat menjaga atau menata alam, maka saat ini manusia harus memiliki otoritas terlebih dahulu. Namun yang dibicarakan adalah mengenai menjaga alam dan bukan hanya sekedar manusia mengelola alam yang mengandalkan pada wewenang sebagai penguasa. Manusia yang ingin menata alam dalam rangka menyelamatkan alam, harus terlebih dahulu menyadari bahwa sebelum manusia yang menata alam, sudah ada Tuhan yang lebih dahulu menata. Tuhan menatanya dengan adil, sehingga penataan tersebut memperlihatkan irama yang teratur. Kita manusia yang ditata Allah, ternyata merupakan bagian dari alam, maka dari itu dalam Mazmur 104 digambarkan bahwa habitat itu menentukan.
Dengan demikian, kita sebagai ciptaan yang diberi mandat Allah, untuk menjaga alam hendaknya berkomitmen untuk merawat alam ciptaan-Nya, untuk menciptakan kedamaian dan menjaga generasi masa mendatang. Kekuasaan yang diberikan Allah kepada manusia adalah kuasa sebagai penatalayan yang bertanggungjawab, termasuk penggunaan atau pemanfaatan sumber daya yang ada. Suatu hal yang mustahil jika Allah menciptakan bumi dan menyerahkan kepada manusia hanya untuk dihancurkan atau dieksploitasi untuk memenuhi kebutuhan sekarang dengan mengorbankan kesejahteraan atau “mengkhianati anak cucu kita” di masa mendatang. Sebaliknya, kuasa tersebut merupakan pendelegasian atas alam ciptaan, yang di dalamnya memuat unsur pertanggungjawaban baik kepada Allah sebagai Sang Pemilik bumi dan kepada sesama (sebuah kesolidaritasan) serta rasa hormat terhadap lingkungan hidup kita. Selamat menjaga alam sebagai bentuk tanggungjawab kita kepada dan menciptakan kedamaian dimuka bumi ini.
Posisi manusia di antara mahluk Allah lainnya adalah sebagai khalifah, yang berarti manusia menjadi wakil Allah di muka bumi. Ini disebut juga sebagai "khalifah fil ardh" atau "khalifah di bumi".
Berikut beberapa contoh interaksi antara manusia dengan mahluk Allah lainnya:
1. Interaksi antara manusia dan tumbuhan: Manusia membutuhkan tumbuhan sebagai sumber makanan dan oksigen, sedangkan tumbuhan membutuhkan manusia untuk ditanam, diusir hama, dan diberi perairan.
2. Interaksi antara manusia dan hewan: Manusia menjadi wakil Allah di muka bumi, yang berarti manusia memiliki tugas untuk memelihara dan menjaga hewan, termasuk mengatur perairan, mengusir hama, dan menjaga kesehatan hewan.
3. Interaksi antara manusia dan lingkungan alam: Manusia memiliki tugas untuk memelihara lingkungan alam, termasuk mengelola air, tanah, dan udara.
4. Interaksi antara manusia dan bencana alam: Manusia memiliki tugas untuk mengatur kondisi lingkungan alam, seperti mengurangi pencemaran udara dan air, serta mengurangi risiko bencana alam, seperti gempa bumi dan banjir.
5. Interaksi antara manusia dan sumber daya alam: Manusia memiliki tugas untuk mengelola sumber daya alam, seperti minyak bumi, gas alam, dan batubara, serta mengurangi penggunaan sumber daya alam yang tidak berwujud.
Semua interaksi ini merupakan contoh dari posisi manusia di antara mahluk Allah lainnya, yang berfungsi sebagai wakil Allah di muka bumi.
Artinya : “Hai anak Adam[530], sesungguhnya Kami telah menurunkan kepadamu pakaian untuk menutup auratmu dan pakaian indah untuk perhiasan, dan pakaian takwa[531] itulah yang paling baik. Yang demikian itu adalah sebahagian dari tanda-tanda kekuasaan Allah. Mudah-mudahan mereka selalu ingat. (Q.S. Al-A’raaf, 07: 26)
2.4 Manusia Sebagai Khalifatan fil Ardh
Sejak awal penciptaanNya, manusia dijadikan sebagai khalifah di Bumi. Manusia sebagai pemakmur Bumi. maksud dari khalifah fil ardh merupakan representasi manusia menjadi wakil Tuhan di muka bumi yang bertujuan untuk menciptakan kemaslahatan bagi umat manusia lainnya. manusia sebagai khalifah fil ardh tidak hanya berlaku untuk kaum laki-laki saja, namun juga berlaku untuk kaum perempuan.
Seperti yang kita tahu, gambaran pemimpin di masyarakat kita masih mendominasi bahwa laki-laki adalah pemimpin. Beberapa steorotip yang beredar, laki-laki lebih layak untuk kita jadikan pemimpin daripada perempuan. Di sisi lain, steorotip seperti perempuan dianggap kaum yang lemah dan kurang logika menjadi salah satu alasan mengapa mereka tidak layak kita jadikan pemimpin. Padahal, baik laki-laki maupun perempuan memiliki kedudukan yang setara. Tidak ada perbedaan di antara keduanya.
Tujuan utama penciptaan manusia (perempuan dan laki-laki) adalah menjadi khalifah (pemimpin, pengelola, menejer) dalam kehidupan di bumi. Dalam tata bahasa Arab, kata khalîfah tidak merujuk pada jenis kelamin atau kelompok tertentu. Dengan demikian, semua manusia dari suku apa pun, perempuan dan laki-laki mempunyai fungsi sebagai khalifah dan akan mempertanggung-jawabkan tugas kekhalifahan itu kelak di hadapan Allah Swt.
Dalam konteks individual, tugas khalifah, antara lain mampu menata dan mengelola pikiran, hati dan syahwat. Pertama, mengelola dan menata pikiran agar selalu berfikir positif, tidak berfikir negatif sehingga terhindar dari perilaku buruk sangka dan terjauhkan dari semua perbuatan zalim yang mencederai sesama.
Kedua, mengelola hati atau qalbu agar selalu berprasangka baik kepada sesama manusia, selalu peduli dan punya rasa empati kemanusiaan sehingga ringan tangan menolong kelompok yang tertindas dan marjinal. Dengan mengelola hati kita akan memiliki passion atau kepedulian terhadap sesama, juga kepada sesama makhluk Tuhan.
Ketiga, mengelola syahwat agar mampu menghindarkan diri dari perbuatan tercela, seperti zina, incest, pedofili, pelecehan seksual, serta semua bentuk hubungan seksual yang tidak terpuji. Mengelola dan menata syahwat sangat penting diajarkan pada anak-anak, apalagi ketika mereka menjelang usia remaja. Sebab, pada masa pancaroba tersebut anak-anak menghadapi gempuran godaan dan rayuan, terlebih lagi melalui sosial media dan internet.
Dalam konteks sosial, tugas khalifah adalah amar ma’ruf nahy munkar (melakukan perbaikan moral masyarakat dengan upaya-upaya transformasi dan humanisasi). Upaya transformasi dan humanisasi maksudnya adalah upaya-upaya perbaikan dan peningkatan kualitas diri manusia ke arah yang lebih baik, lebih positif dan konstruktif.
Upaya transformasi dan humanisasi tersebut dapat dilakukan melalui kegiatan-kegiatan edukasi, seperti pendidikan dan pelatihan, penyampaian informasi dan publikasi yang berguna, serta advokasi dalam bentuk mencerahkan masyarakat atau membela kelompok-kelompok yang mengalami penindasan dan perlakukan tidak adil, seperti kelompok miskin, minoritas, perempuan dan anak, difabel (kelompok cacat) dan Odha (penderita HIV/Aids) dan sebagainya.
Karena itu, dapat disimpulkan bahwa manusia memiliki tempat yang sangat sentral dalam ajaran Islam, sebagai khalifah fi al-ardh, yakni sebagai agen perubahan moral. Hanya satu kata kunci yang memungkinkan manusia: perempuan dan laki-laki mampu mempertanggungjawabkan fungsinya sebagai khalîfah. Kata kunci itu adalah ketakwaan, bukan keutamaan keturunan (nasab), jenis kelamin tertentu, dan bukan pula kemuliaan suku.
Tugas berat dan penting tersebut tidak mungkin dilakukan oleh satu jenis manusia, sementara satu jenis yang lain melakukan hal sebaliknya. Sebagai manusia yang mengemban tugas kekhalifahan yang sama, laki-laki dan perempuan diperintahkan untuk saling bekerja sama, bahu-membahu dan saling mendukung dalam melakukan amar ma’rûf nahyi munkar. Hal itu dijelaskan dalam ayat berikut:
Dan orang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka menjadi penolong bagi sebahagian lain. mereka menyuruh yang ma’ruf, mencegah dari yang munkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat dan mereka taat pada Allah dan Rasul-Nya. mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah; Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. ( al-Taubah, 9: 71).
Al-Qur’an sama sekali tidak memberikan keutamaan kepada jenis kelamin tertentu. Tidak ada keistimewaan khusus bagi laki-laki atau perempuan, semua setara di hadapan Tuhan, yakni sama-sama sebagai hamba Allah dan sama-sama berfungsi sebagai khalifah Allah. Setiap orang akan diberi pahala sesuai amal kebaikan masing-masing, dan yang menilai perbuatan manusia hanya Allah semata, bukan manusia.
DAFTAR PUSTAKA
Harun Yahya, Juni 2004, The Qur’an Leads The Way To Science, Dzikra https://www.slideshare.net/maxsahuleka/harun-yahya-alquran-dan-sains
Ilmu Ushuluddin, Volume 1, Nomor 4, Juli 201
Harun Nasution, Teologi Islam, Aliran Sejarah Analisa Perbandingan (Jakarta; Universitas Indonesia Press,1996),120.